Selasa, 25 Desember 2012

Proses penyebaran agama Islam di Indonesia


sejarah penyebaran islam indonesiaSejarah masuknya Islam di Indonesia pada awalnya dibawa oleh para pedagang dari Arab dan Gujarat. Sebelum masuknya agama apapun di Indonesia, bangsa Indonesia pada umumnya adalah penganut animisme dan dinamisme, yakni kepercayaan terhadap roh-roh atau benda-benda yang memiliki kekuatan. Kemudian masuk agama Hindu dan Budha  yang dibawa oleh pedagang dari India dan China. Ketika Islam masuk pun, penganut animisme dan dinamisme masih banyak, bahkan hingga saat ini masih cukup sering ditemui. Namun masyarakat Indonesia sejak jaman dahulu kala adalah masyarakat yang terkenal toleran, sehingga keyakinan apapun dapat tumbuh disini.
Sejarah masuknya Islam ke Indonesia dan kemudian berkembang pesat karena Indonesia adalah jalur perdagangan, terutama di Barus dan Pasai. Para pedagang arab singgah ke Indonesia untuk menawarkan barang dagangan berupa kain dan wewangian. Selain menjual, mereka juga membeli barang dagangan disini untuk dijual di negaranya. Mereka yang terlibat perdagangan saling menguntungkan sehingga mulai akrab. Hal ini yang kemudian memudahkan para pedagang Arab tersebut memperkenalkan agama Islam. Para penduduk di Pasai menerima dan menyambut ajakan untuk masuk Islam tanpa paksaan. Dari kedua wilayah tersebut, pada akhirnya Islam menyebar ke wilayah lain di Indonesia, seperti diantaranya:

Wilayah penyebaran islam indonesia

  • Pariaman, Sumatera Barat dimana pembawanya adalah Syekh Burhanuddin, seorang ulama Melayu.
  • Gresik dan Tuban di Jawa Timur, pembawanya adalah Maulana Malik Ibrahim, seorang pedagang dan mubalig dari Hadramaut.
  • Demak, Jawa Tengah, yang berperan dalam penyebarannya adalah Raden Patah  bersama Wali Songo sebagai penasihatnya.
  • Banten di Jawa Barat yang dipelopori oleh Fatahillah, seorang keturunan raja dari Samudra Pasai yang kemudian bergelar Sunan Gunung Jati.
  • Palembang, Sumatera Selatan yang menyebarkan adalah Raden Rahmat, dimana dua bulan kemudian ia menyebarkan Islam ke Ampel, Jawa Timur.
  • Banjar, Kalimantan Selatan dan Sukadana, Kalimantan Barat dipelopori oleh para mubalig dari Johor, Malaysia.
  • Makassar, Sulawesi Selatan yang dibawa dan disebarkan oleh Datuk Ri Bandang dari Sumatera Barat.
  • Ternate, Tidore, Jailole dan Bacau di Maluku Utara, diperkenalkan Islam oleh Syekh Mansur asal Arab dan Maulana Husain asal Gresik.
Selain dengan perdagangan, penyebaran Islam dilakukan dengan jalan asimilasi atau menikahi penduduk lokal, pembebasan budak dan gerakan para ulama untuk mendirikan pesantren. Semua cara yang ditempuh menggunakan jalan yang damai, tanpa permusuhan dan tidak ada perbedaan kasta.
Penyebaran Islam yang dianut para da’i pada masa itu hampir seluruhnya bermodel sama. Perseteruan antara Demak dan Majapahit adalah masalah kepentingan politik, tidak berhubungan dengan penyebaran agama Islam. Dari perjuangan menyebarkan agama ini dapat diambil hikmahnya, yakni kita harus selalu bersemangat dalam menyebarkan ajaran-ajaran yang baik dengan cara yang baik pula.

Ulasan Lengkap Suku jawa


Penting bagi kita untuk mengetahui asal usul suku Jawa sebagai wawasan terhadap kebinekaan nusantara kita tercinta ini. Indonesia yang majemuk memang memiliki berbagai macam suku, tercatat lebih dari 300 suku dengan 250 bahasa berdiam di Indonesia. Kali ini kita akan membahas secara rinci mengenai asal usul dan segala hal mengenai suku Jawa.
Ulasan lengkap suku Jawa

Suku Jawa sebagai suku dominan

Suku Jawa bisa dibilang sebagai satu suku yang dominan di negara kita tercinta ini. Jumlah penduduk suku Jawa memang lebih banyak daripada suku bangsa yang lain. Suku bangsa Jawa yang dimaksud adalah mereka yang memliki asal dari Jawa Tengah, Jawa Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta. Sedangkan suku asli Jawa Barat adalah Sunda. Maka kebanyakan dari daerah Jawa Barat tidak menganggap dirinya termasuk dalam wilayah Jawa. Menguak asal-usul suku Jawa memang tidak akan bisa lepas dari tokoh-tokoh bangsa Indonesia yang berasal dari suku Jawa. Lima dari enam tokoh yang pernah menjadi presiden Indonesia adalah dari suku Jawa, bahkan salah satunya yakni Susilo Bambang Yudhoyono masih menjadi presiden saat ini. Selain itu tidak hanya tokoh-tokoh saja yang menarik, namun juga mengenai makanan, karakteristik, pandangan hidup dan kepercayaan.

Hikayat asal usul suku Jawa dan bahasa Jawa

Menurut hikayat, asal muasal suku Jawa diawali dari datangnya seorang satria pinandita yang bernama Aji Saka. Ia adalah orang yang menulis sebuah sajak, dimana sajak itu yang kini disebut sebagai abjad huruf Jawa hingga saat ini. Maka dari itu, asal mula sajak inilah yang digunakan sebagai penanggalan kalender Saka. Definisi suku Jawa adalah penduduk asli pulau Jawa bagian tengah dan timur, kecuali pulau Madura. Selain itu, mereka yang menggunakan bahasa Jawa dalam kesehariannya untuk berkomunikasi juga termasuk dalam suku Jawa, meskipun tidak secara langsung berasal dari pulau Jawa. Demikian adalah definisi Magnis-Suseno mengenai suku bangsa Jawa. Asal usul suku Jawa juga berkaitan dengan bahasa yang digunakan, yakni bahasa Jawa. Secara resmi, ada dua jenis bahasa Jawa yang digunakan oleh masyarakat suku Jawa. Dua jenis bahasa ini tersedia sebagai berikut:
huruf bahasa jawa
  1. Bahasa Jawa Ngoko adalah bahasa Jawa yang digunakan oleh orang yang sudah akrab, orang dengan usia yang sama atau seseorang kepada orang lain yang status sosialnya lebih rendah.
  2. Bahasa Jawa Kromo. Bahasa tersebut digunakan kepada orang yang belum akrab, dari orang muda kepada orang tua atau dengan orang yang status sosialnya lebih tinggi.
Pada bahasa Kromo, masih ada pembagian menjadi dua macam, yakni Kromo Madya dan Kromo Halus atau Kromo Inggil. Dimana Kromo Madya digunakan sebagai bahasa pergaulan yang lebih sopan daripada bahasa Ngoko. Sedangkan untuk Kromo Inggil digunakan kepada orang yang lebih tua atau memiliki jabatan dan status sosial yang jauh lebih tinggi dibandingkan yang berbicara.

Penggolongan sosial masyarakat Jawa

Dalam masyarakat Jawa terdapat penggolongan sosial yang pernah dibahas oleh seorang antropolog dari Amerika Serikat bernama Clifford Geertz. Ia membagi suku Jawa dalam tiga golongan. Golongan tersebut antara lain:
  1. Kaum santri
Golongan ini adalah mereka yang memeluk agama Islam dan menganut agama Islam sebagai jalan hidupnya.
  1. Kaum Abangan
Kaum abangan adalah mereka yang masih berpegang pada adat istiadat Jawa, meskipun mereka memeluk berbagai agama. Kaum ini sering disebut dengan Kejawen, maka ada istilah Islam Kejawen, Kristen Kejawen dan lain diantaranya. Beberapa priyayi kuno masuk dalam golongan ini.
  1. Kaum Priyayi
Kaum priyayi adalah mereka yang bekerja sebagai pegawai atau para cendikiawan. Mereka pada umumnya bekerja untuk pemerintah atau swasta dengan status sosial yang lebih tinggi dari orang kebanyakan.
Penggolongan sosial ini berkaitan dengan bahasa yang sudah dibahas diatas. Dalam melakukan komunikasi antara satu dengan lainnya, digunakan bahasa yang berbeda. Hal ini merupakan cara tersendiri bagi masyarakat suku Jawa dalam menunjukkan rasa hormat kepada orang yang lebih tua, dituakan, pejabat, orang yang lebih muda, ayah, ibu dan sebagainya.

Padangan hidup, kepercayaan, dan watak suku jawa

Setelah kita membahas asal usul, bahasa dan golongan sosial suku Jawa, maka kita akan melanjutkan pada karakteristik suku Jawa berikutnya, yakni sistem kekerabatan. Dalam suku Jawa, sistem kekerabatan disesuaikan dengan asal usulnya. Sistem yang digunakan adalah bilateral, yakni hubungan kekerabatan berasal dari kedua orang tua, ayah dan ibu. Maka dari itu disimpulkan bahwa hubungan kekerabatan suku Jawa tidak seperti suku lain kebanyakan yang hanya satu garis saja.

Pandangan hidup dan kepercayaan suku Jawa

Masing-masing suku bangsa di Indonesia pasti memiliki pandangan hidup dan kepercayaan masing-masing. Suku Jawa menyakini bahwa apa yang ada di dunia ini adalah satu kesatuan hidup yang harus dipelihara dengan harmoni. Manusia itu satu kesatuan dengan alam semesta, hal ini menyebabkan masyarakat Jawa yakin bahwa hidup manusia adalah suatu pengembaraan yang penuh dengan pengalaman religius. Hal ini membuat suku Jawa menggolongkan hidup berdasarkan ulasan diatas. Hidup ini terdiri dari dua macam alam, yakni:
  1. Alam Makrokosmik yakni alam yang misterius, penuh dengan hal yang sifatnya supranatural.
  2. Alam Mikrokosmik yakni alam yang nyata, alam yang kita tinggali saat ini.
Definisi dua alam ini menunjukkan bahwa suku Jawa memiliki tujuan hidup, yakni mencapai keseimbangan dalam mikrokosmik dan makrokosmik. Kepercayaan yang terbesar adalah untuk memiliki kehidupan yang baik di dunia, kita harus menjadi pribadi dan jiwa yang baik. Pembagian alam ini ditujukan untuk memudahkan masyarakat suku Jawa menjalani kehidupan. Sedangkan mengenai sistem kepercayaan kepada sang pencipta, suku Jawa adalah paling berpikiran terbuka, namun kebanyakan masih menganut kejawen. Kejawen adalah kepercayaan warisan nenek moyang yang memiliki sinkritisme dengan agama Hindu. Hal ini sangat wajar karena agama Hindu dan Budha menyebar terlebih dahulu daripada agama Islam di pulau Jawa.

Watak Suku Jawa

Setiap suku pasti memiliki karakter dominan yang berbeda antara satu dengan lainnya. Suku Jawa terkenal sebagai bangsa yang penuh dengan tata krama, berbudi pekerti halus, ulet mengerjakan sesuatu. Memiliki kecenderungan tertutup dan tidak berterus terang adalah salah satu watak yang paling terkenal pada suku Jawa. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan orang Jawa yang menghindari konflik dan ingin memelihara hubungan yang harmonis. Suku Jawa tidak menyukai pertikaian, namun seringkali menjadi negatif karena terkadang menyimpan dendam sesama saudara atau orang lain.
Demikian adalah beberapa karakteristik suku Jawa. Meskipun masing-masing suku memiliki karakteristik tersendiri, namun tidak ada salahnya mempelajari suku yang lain satu persatu untuk saling mengenal satu sama lain. Hal ini dimaksudkan untuk menciptakan Indonesia yang berbhineka tunggal ika, berbeda-beda tapi tetap satu. Pemahaman terhadap suku Jawa dan suku-suku lainnya sangat penting sebagai tambahan wawasan budaya bangsa Indonesia yang kaya raya ini. Semoga artikel ini bermanfaat untuk anda

Budaya jawa


Kebudayaan Jawa kuwi kebudayaan sing dianut masyarakat Jawa, sing ngutamakna keseimbangan, keselarasan, lan keserasian, dadi kabeh unsur (urip karo mati, alam karo makhluk urip) kudu salaras, padha akur, intine kabeh kudu cocog.

Isi

  [umpetna

[sunting]Kasalarasan

Apa-apa sing marake ora cocog kudu diadohi, angger ana sing bisa ngganggu keseimbangan kuwi kudu cepet digenahna ben kabeh bali salras meneh, bali cocog meneh.
Umume sing kadhang agawe bubrah kasalarasan yaiku polahe menungsa, mbuh polahmenungsa karo menungsa utawa menungsa karo alam. Angger polah menungsa karo alam, sing umume tanggungjawab pimpinan masyarakat.
Sing angel neng kebudayan Jawa yaiku angger kasalarasan iku diganggu polah menungsa karo menungsa sing umum marakake konflik (crahe kasalaran). Sing jenenge ora cocog utawa ora seneng tuli umum ning merga arep ngindari konflik, umume rasa ora cocog kuwe dipendem.

[sunting]Klas Sosial

Nang masyarakat Jawa umume ana golongan-golongan sosial, misal: golongan Priyayi karo rakyat biasa. Ana meneh golongan Santrikaro golongan Abangan. Kuwi uga keton seka basa. Nang basa Jawa ana kelas utawa tingkatan-tingkatan sing bisa nggambarake status sosial penuture.

[sunting]Tingkatan Sosial Basa Jawa

  1. Ngoko
  2. Ngoko andhap
  3. Madhya
  4. Madhyantara
  5. Kromo
  6. Kromo Inggil
  7. Bagongan
  8. Kedhaton
Loro sing terakhir mung dituturake ana ing lingkungan keluarga Kraton.

[sunting]Kejawen

Kejawen yaiku kepercayaan sing urip nang suku Jawa. Kejawen kuwi dasare saka kepercayaan Animisme sing kena ajaran Hindu karoBudha. Mulane suku Jawa umume dianggep suku sing duwe aji nglakoni sinkretisme kapercayan, kabeh budaya liya diserap lan ditafsirake miturut nilai-nilai Jawa.